Kemacetan di Jakarta sudah menjadi hal biasa. Sudah menjadi sahabat bagi para pegawai di pagi hari kala menuju kantor. Segala upaya dari Pemerintah Kota (Pemkot) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Baik dari pelebaran jalan, hingga upaya pembuatan jalan layang. Namun, kemacetan masih saja menghantui jalanan ibukota.
Sebenarnya, kemacetan terjadi di Jakarta bukan hanya dilihat dari kualitas infrastruktur jalan raya saja. Ada hal lain yang harus diperhatikan juga, salah satunya ialah jumlah kendaraan pribadi. Pertumbuhan pengguna kendaraan pribadi tak terkontrol, baik kendaraan roda dua maupun roda empat, dan menyebabkan jalan-jalan yang sudah diperlebar kembali sesak.
Mudahnya masyarakat untuk mendapatkan kendaraan, melalui kredit, merupakan salah satu faktor tumbuhnya pengguna kendaraan pribadi meledak. Dengan kredit, masyarakat menjadi terlalu mudah mendapatkan kendaraan pribadi. Kemudahan tersebut semakin dipermudah oleh penyedia jasa kredit yang tidak ketat dan tidak selektif. Sehingga, banyak masyarakat yang menyepelekan tunggakan kredit mereka dan cenderung bergonta-ganti kendaraan, khususnya roda dua, setelah kreditnya macet.
Lalu, kendaraan yang diambil karena kreditnya macet kemudian ditawarkan kepada orang lain dengan status over-credit, atau kendaraan tersebut dilelang. Perputaran tersebut hanya akan meciptakan lingkaran setan kredit. Mengambil kredit, tak sanggup bayar, kendaraan ditarik dealer, cari kendaraan over-credit, tidak mampu bayar, ambil kredit lagi, dan seterusnya berputar lagi dari awal. Sekali sudah masuk dalam lingkaran setan kredit, maka akan sulit terlepaskan.
Lingkaran setan kredit akan menghasilkan masyarakat konsumtif. Konsumtif atas kepemilikan kendaraan pribadi yang termudahkan oleh sistem kredit tanpa pengawasan akan menyebabkan terus meledaknya jumlah kendaraan pribadi di jalan raya. Semakin banyak kendaraan pribadi maka akan terus menyebabkan kemacetan.
Oleh karena itu, perlu diaturnya penyelenggaraan kredit kendaraan pribadi. Mulai dari sistem penyeleksian ketat pada yang mengajukan kredit, dari data-data administrasinya hingga survai kelayakan keuangannya. Selain itu, seleksi tersebut juga harus disertai data-data objektif tanpa ada rekayasa, sehingga tidak ada pungutan liar (pungli) antara surveyor dengan calon pengaju kredit.
Untuk mendukung proses penyeleksian, pemerintah harus turun tangan dalam pengawasan alur kredit. Sistem pengawasannya harus dilakukan setiap bulannya agar penyelenggaraan kredit dapat terpantau perkembangannya. Jika sudah terlalu banyak pengaju kredit yang sudah lulus seleksi, maka hendaknya tim pengawas tersebut menghentikan pemberian kredit. Hal itu perlu dilakukan untuk mengontrol laju pertumbuhan kendaraan pribadi.
Perbaikan (Kualitas) Infrastruktur Jalan Raya
Setelah laju pertumbuhan kendaraan pribadi ditekan, maka langkah selanjutnya ialah memperbaiki kualitas infrastruktur jalan raya. Jika ada infrastruktur jalan yang sudah layak, hendaknya diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya. Terkadang jalanan yang sudah rusak hanya ditambal saja.
Penambalan jalan tersebut hanya akan menyebabkan potensi kecelakaan meningkat. Seharusnya, jalanan yang sudah rusak diperbaharui saja. Meskipun memperbaharui jalan membutuhkan dana besar dan waktu yang lama. Akan tetapi, pembaharuan jalan akan lebih aman dan juga meningkatkan kualitas infrastruktur jalan raya.
Akan tetapi, ada hal yang ditakutkan, yakni pengkorupsian dana untuk memperbaharui jalan raya. Praktek korupsinya sangat halus dan sulit terlacak. Karena, prakteknya bukan dari penggelapan dana, melainkan memainkan kualitas bahan baku untuk pengadaan jalan raya tersebut. Sehingga, jalan raya yang sudah dibuat hanya akan kuat untuk jangka pendek, dan cenderung rentan untuk rusak.
Tindakan korupsi semacam itu tidak hanya memberikan kerugian dalam jumlah uang, akan tetapi juga akan menyebabkan potensi kecelakaan bertambah. Pengawasan untuk hal ini bukan ada di data pengajuan dana, namun saat pembelian bahan baku dan menetapkan standar kualitas bahan baku. Untuk pengawasan diperlukan ahli-ahli bidang infrastruktur, arsitektur, dan kimia.
Ahli infrastruktur diperlukan untuk menentukan jenis-jenis jalan raya yang cocok untuk dibangun, ahli arsitektur diperlukan untuk menentukan desain jalan raya yang sesuai untuk kontur kota Jakarta, dan ahli kimia diperlukan untuk menentukan bahan-bahan berkualitas untuk membangun infrastruktur tersebut.
Ahli-ahli tersebut dibutuhkan demi terciptanya kualitas jalan raya yang bagus dan kuat. Sayangnya, banyak sekali orang yang sudah menekuni dan ahli di bidang tersebut tidak mampu berinovasi, terkadang menyerah pada nasib untuk bekerja di bidang lainnya. Padahal, jika sarjana-sarjana bidang tersebut mau berupaya berinovasi, maka mereka akan dapat bekerjasama untuk menciptakan infrastruktur jalan raya yang berkualitas.
Infrastruktur yang berkualitas akan menopang keberlangsungan alur transportasi di Jakarta. Tertopangnya hal tersebut maka akan menghasilkan infrastruktur yang kuat dan mampu bertahan dalam jangka waktu lama. Lalu, kelancaran arus kendaraan juga akan nyaman, dan kemacetan yang sudah terkontrol dari pengendalian kredit kendaraan bermotor akan menjadi lancar serta nyaman untuk dilalui oleh masyarakat Jakarta.