Senin, 16 September 2013

Orang Tua Untuk Anak-Anak Peradaban I



Kahlil Gibran pernah menuliskan sebuah kalimat yang dahsyat menurut saya dalam buku “Sang Nabi”. Kalimat tersebut ialah “Anakmu bukanlah anakmu, ia anak dari sebuah peradaban”. Kalimat ini sangat menarik bagi saya karena dalam kalimat itu Gibran mengingatkan para orang tua jika anak mereka akan terus berkembang seraya perkembangan suatu peradaban sekitarnya.

Namun, akankah semua orang tua akan siap dengan itu? Harusnya setiap manusia yang sudah siap menjadi orang tua haruslah siap. Karena, disadari atau tidak manusia akan berkembang bersandingan perkembangan zaman di era-nya. Anak akan berkembang sesuai eranya dan era itu akan sulit diikuti orang tuanya nanti. Anak pun akan menjadi bagian dari fondasi berkembangnya suatu peradaban.

Bila dipertanyakan, bagaimanakah menjadi orang tua yang ideal bagi seorang anak? Mungkin sulit untuk menjawabnya dengan sempurna, karena tumbuh berkembangnya anak akan bergantung juga pada lingkungan ia berada. Meskipun demikian, peran orang tua sangat penting sebagai penanam kesadaran moral dan etika dasar pada anak. Apa yang harus diperbuatnya dan apa yang tidak. Orang tua berperan besar dalam penanaman moral dan etika dasar dalam seorang anak.

Saya pun teringat dengan proposisi Jawa “ing ngarsa sing tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang sekiranya menurut saya dapat diterapkan untuk menjadi orang tua ideal bagi seorang anak. Ketika anak masih usia kanak-kanak orang tua hendaknya menjadi teladan mutlak bagi anaknya karena fase itu si anak akan membutuhkan suatu sosok yang akan dijadikan fondasi karakternya. Untuk itu, orang tua hendaknya memiliki kesadaran bahwa anak akan melakukan apapun yang ia lihat. Anak tidak mengerti mana salah dan benar. Orang tua harus memberikan contoh dalam berbagai lini pada anak fase kanak-kanak. Bagaimana bersikap pada orang lain, bagaimana bersosialisasi, apa yang boleh dan tidak untuk dilakukan kepada orang lain dan lain sebagainya.

Beranjak remaja, anak akan memilah-milih sosok yang akan diidolakannya. Baik berasal dari kehidupan sebenarnya maupun dari dunia imajinasinya. Bisa jadi si anak akan mengidolakan pemusik idolanya ataupun mengidolakan tokoh yang ada dalam sebuah cerita fiksi. Untuk itu, orang tua harus mampu mengarahkannya dengan posisi sebagai teman. Orang tua harus mampu untuk mengarahkan kemauan dan kehendak anaknya agar bisa terarah untuk mencontoh sosok idolanya. Hal itu perlu agar anak tidak salah arah dalam mereduplikasi perilaku atau karakter dari tokoh yang diidolakannya. Dalam fase remaja memang sesekali orang tua harus mengubah peran teman menjadi orang tua bila perilaku anak sudah mulai mengkhawatirkan. Namun, tindakan itu merupakan tindakan terakhir bilamana negosiasi dengan si anak tidak berjalan mulus atau mengalami jalan buntu.

Saat sudah dewasa, peran orang tua agaknya harus berubah 180 derajat. Pada fase dewasa, anak akan sulit sekali menuruti orang tua untuk hal-hal yang menurutnya benar. Untuk menghadapi anak pada fase ini, orang tua haruslah menjadi energi pendorong sehingga anak menjadi lebih bertenaga untuk menghadapi masalah-masalah di depannya. Untuk dapat seperti itu, orang tua hendaknya mampu bercengkrama dengan anak dan menjadi penyedia saran serta kebijaksanaan bagi anak. Dengan menyediakan saran dan kebijaksanaan bagi si anak, maka anak akan belajar melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mencari solusi pada suatu masalah dengan seksama.

Menjadi orang tua memanglah tidak mudah. Ia harus memiliki kesabaran, ketelatenan, keuletan, dan determinasi diri sehingga tindak-tanduknya bisa menjadi keteladanan bagi anak. Anak haruslah didampingi oleh orang tuanya hingga kapanpun. Hanya saja, takaran pendampingan orang tua kepada anak berbeda-beda pada fase umurnya. Orang tua yang ideal merupakan orang tua yang mampu mendampingi anaknya dengan fleksibel dan mampu mencari celah untuk dapat berkomunikasi dengan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar