Kahlil Gibran pernah menuliskan sebuah kalimat yang dahsyat menurut saya
dalam buku “Sang Nabi”. Kalimat tersebut ialah “Anakmu bukanlah anakmu, ia anak
dari sebuah peradaban”. Kalimat ini sangat menarik bagi saya karena dalam
kalimat itu Gibran mengingatkan para orang tua jika anak mereka akan terus
berkembang seraya perkembangan suatu peradaban sekitarnya.
Namun, akankah semua orang tua akan siap dengan itu? Harusnya setiap
manusia yang sudah siap menjadi orang tua haruslah siap. Karena, disadari atau
tidak manusia akan berkembang bersandingan perkembangan zaman di era-nya. Anak
akan berkembang sesuai eranya dan era itu akan sulit diikuti orang tuanya
nanti. Anak pun akan menjadi bagian dari fondasi berkembangnya suatu peradaban.
Bila dipertanyakan, bagaimanakah menjadi orang tua yang ideal bagi seorang
anak? Mungkin sulit untuk menjawabnya dengan sempurna, karena tumbuh
berkembangnya anak akan bergantung juga pada lingkungan ia berada. Meskipun
demikian, peran orang tua sangat penting sebagai penanam kesadaran moral dan
etika dasar pada anak. Apa yang harus diperbuatnya dan apa yang tidak. Orang
tua berperan besar dalam penanaman moral dan etika dasar dalam seorang anak.
Saya pun teringat dengan proposisi Jawa “ing ngarsa sing tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”
yang sekiranya menurut saya dapat diterapkan untuk menjadi orang tua ideal bagi
seorang anak. Ketika anak masih usia kanak-kanak orang tua hendaknya menjadi
teladan mutlak bagi anaknya karena fase itu si anak akan membutuhkan suatu
sosok yang akan dijadikan fondasi karakternya. Untuk itu, orang tua hendaknya
memiliki kesadaran bahwa anak akan melakukan apapun yang ia lihat. Anak tidak
mengerti mana salah dan benar. Orang tua harus memberikan contoh dalam berbagai
lini pada anak fase kanak-kanak. Bagaimana bersikap pada orang lain, bagaimana
bersosialisasi, apa yang boleh dan tidak untuk dilakukan kepada orang lain dan
lain sebagainya.
Beranjak remaja, anak akan memilah-milih sosok yang akan diidolakannya.
Baik berasal dari kehidupan sebenarnya maupun dari dunia imajinasinya. Bisa
jadi si anak akan mengidolakan pemusik idolanya ataupun mengidolakan tokoh yang
ada dalam sebuah cerita fiksi. Untuk itu, orang tua harus mampu mengarahkannya
dengan posisi sebagai teman. Orang tua harus mampu untuk mengarahkan kemauan
dan kehendak anaknya agar bisa terarah untuk mencontoh sosok idolanya. Hal itu
perlu agar anak tidak salah arah dalam mereduplikasi perilaku atau karakter
dari tokoh yang diidolakannya. Dalam fase remaja memang sesekali orang tua
harus mengubah peran teman menjadi orang tua bila perilaku anak sudah mulai
mengkhawatirkan. Namun, tindakan itu merupakan tindakan terakhir bilamana
negosiasi dengan si anak tidak berjalan mulus atau mengalami jalan buntu.
Saat sudah dewasa, peran orang tua agaknya harus berubah 180 derajat. Pada fase
dewasa, anak akan sulit sekali menuruti orang tua untuk hal-hal yang menurutnya
benar. Untuk menghadapi anak pada fase ini, orang tua haruslah menjadi energi
pendorong sehingga anak menjadi lebih bertenaga untuk menghadapi
masalah-masalah di depannya. Untuk dapat seperti itu, orang tua hendaknya mampu
bercengkrama dengan anak dan menjadi penyedia saran serta kebijaksanaan bagi
anak. Dengan menyediakan saran dan kebijaksanaan bagi si anak, maka anak akan
belajar melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mencari solusi pada
suatu masalah dengan seksama.
Menjadi orang tua memanglah tidak mudah. Ia harus memiliki kesabaran,
ketelatenan, keuletan, dan determinasi diri sehingga tindak-tanduknya bisa
menjadi keteladanan bagi anak. Anak haruslah didampingi oleh orang tuanya
hingga kapanpun. Hanya saja, takaran pendampingan orang tua kepada anak
berbeda-beda pada fase umurnya. Orang tua yang ideal merupakan orang tua yang
mampu mendampingi anaknya dengan fleksibel dan mampu mencari celah untuk dapat
berkomunikasi dengan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar