Minggu, 21 Agustus 2011

Manusia Bermanfaat Dalam Konsep Ki Hadjar Dewantara

Masyarakat secara umum pasti sudah sering mendengar ungkapan tut wuri handayani. Ungkapan tersebut merupakan ungkapan yang berasal dari seorang tokoh nasional, yakni Ki Hadjar Dewantara. Sebenarnya ungkapan yang menjadi slogan di dunia pendidikan Indonesia tersebut bukan muncul satu ungkapan saja, melainkan berasal dari sebuah trilogi ungkapan, yakni Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani merupakan ungkapan yang memiliki satu kesatuan makna.  Ungkapan tersebut jika diartikan dalam bahasa Indonesia memiliki arti 'yang di depan menjadi teladan, yang di tengah membangun kehendak, dari belakang turut memberi daya atau semangat' (sumber: St. S. Tartono. Pitutur Adi Luhur: Ajaran Moral dan Filosofi Hidup Orang Jawa). Maksudnya, seorang manusia harus bermanfaat di manapun posisinya.

Ketika ia sedang di depan (menjadi seorang pemimpin atau guru) ia harus menjadi teladan dan contoh bagi murid dan anggotanya. Karena, orang-orang yang berdiri di belakangnya akan mengacu padanya yang sedang berada di depan. Selain itu, ketika di depan hendaknya selalu melihat ke belakang untuk menata langkah selanjutnya, agar langkah yang sudah dibuat tidak menjerumuskan orang yang mengikuti di belakang.

Lalu kedua, ketika sedang berada di tengah-tengah (dalam sebuah kelompok) maka manusia hendaknya mampu mengkondisikan suasana, sehingga suasananya menjadi kondusif. Akan lebih baik jika seorang manusia mampu membuat suasana di sekelilingnya menjadi suasana positif. Kekuatan positif yang terlahir dalam sebuah kelompok akan membawa dampak baik bagi kelompok tersebut dan memberikan pengembangan diri bagi anggota kelompoknya, baik secara individu atau secara kelompok keseluruhan.

Terakhir, ketika manusia sedang berada di belakang bukan berarti ia harus menjadi pengikut semata. Ketika manusia di belakang ia juga memiliki andil, yakni sebagai pendorong orang-orang di depannya agar tidak pantang menyerah. Selain itu, ia juga memiliki peran untuk mempelajari kesalahan orang di depannya agar kesalahan tersebut tidak terulang dan menjadi regenerasi orang-orang yang sudah pernah berada di depannya. Tanpa ada orang di belakang maka tak ada orang yang di depan (pemimpin).

Oleh karena itu, dalam trilogi ungkapannya, Ki Hadjar Dewantara menanamkan sebuah harapan bahwa bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa yang bermanfaat secara individu maupun dalam kelompok. Menjadi pembakar semangat positif dan mendorong pengembangan diri pada bangsa sendiri. Trilogi ungkapan tersebut hendaknya tidak dipisah, karena maknanya akan jauh berbeda.

5 komentar:

  1. Oooh, gw baru tau kalo ada lanjutan kalimatnya... haha Selama ini gue cuma tau Tut Wuri Handayani. Itupun stiap tau artinya langsung lupa lagi. hoho

    Btw, klo soal ide tulisan sih ga perlu ragu lg sm lo, gw cm mau koreksi penulisannya. Pada paragraf 1, kalimat 3, ada kata "tidaklah" dan "melainkan". Itu pasangan yang salah, yang bener "bukan" pasangannya "melainkan", "tidak" pasangannya "tetapi". :D Selain itu, ada bbrp kalimat yang keterangan di depan tp ga dikasih tanda koma.

    But, overall, kenyataannya, lo lebih berbakat jd penulis dibanding gue. hiks hiks... haha

    BalasHapus
  2. tengyu lia,,, hehehehe,,, masalah eyd memang masih belajar saya

    BalasHapus
  3. hmm* salut bwt ka'ail dahh, pas jadi penulis, klw saya mahh skripsi aja bnyk bgt revisi penulisannya,. :p hehhee*

    sukses ka..

    BalasHapus
  4. jiahaha.. udh keduluan Lia mau ngoreksi tulisan. dasar anak IKSI.. haha..

    @Lia: emang baru tau kalo ada 3? di buku IPS SD kan ada neng... dulu waktu SD jurusannya IPA ya? haha..

    @Bang Ail: Mantap, Bang. Singkat, Jelas, Padat. ditunggu tulisan lainnya. Gue udah lama gak nulis nih selama liburan. T_T

    BalasHapus
  5. bagus....kalau nulis2 lagi..gw dikirim ya...

    BalasHapus