Bicara tentang
komik pastinya orang awam akan mengasosiasikannya pada bacaan untuk anak-anak.
Apalagi, sebagian besar komik-komik—khususnya komik Jepang atau manga—itu kemudian diangkat ke dalam
versi kartun animasi. Sebut saja seri Naruto, Bleach, One Piece, Dragonball,
Doraemon dan lain sebagainya.
Komik-komik
tersebut bila kita sadari memiliki tema-tema yang setidaknya memberikan
pembelajaran bagi semua kalangan—tidak hanya anak-anak. Saya ambil contoh komik
Captain Tsubasa karya Takahashi Yoichi. Komik yang lebih terkenal versi
animasinya di Indonesia itu diciptakan oleh Takahashi pada tahun 1981. Pada
masa itu, kekuatan sepak bola Jepang belum seperti sekarang yang mana pemainnya
sudah merambah hampir di seluruh benua di dunia. Namun, lihat saat ini, dunia
sudah mengakui Jepang di dunia sepakbola. Di Inggris, sebut saja ada Shinji
Kagawa, di Italy ada Keisuke Honda, dan jangan lupakan pemain-pemain veteran seperti
Hidetoshi Nakata yang dulu memperkuat Parma dan Fiorentina atau Shunsuke
Nakamura yang pernah memperkuat Reggina, Celtic, dan Espanyol. Komik Captain
Tsubasa sudah menginspirasi anak-anak Jepang untuk bermimpi besar dan
memotivasi federasi sepakbola Jepang untuk memajukan sepakbola mereka.
Captain
Tsubasa yang begitu menginspirasi masyarakat Jepang di dunia sepakbola itu
mengisahkan seorang anak bernama Tsubasa Ozora yang memiliki impian menjadi
seorang pemain sepakbola dunia. Ia memulai karir sepakbolanya di sebuah klub SD
bernama Nankatsu FC. Prinsip bersepakbola Tusabasa sangat idelogis—meski
dikemas dengan sederhana—yakni bola adalah teman. Dari prinsipnya itu, Tsubasa
memelihara mimpinya. Berbagai kompetisi dimenanginya. Ia pun pernah kalah,
namun tidak pernah patah semangat untuk mengejar mimpinya. Hingga, juara dunia
bersama Jerman, Tsubasa dapatkan dengan teman-temannya. Impian terbesarnya
bermain di kancah dunia pun terwujud. Dari Jepang, Tsubasa pergi ke Brazil dan
meniti karir profesionalnya dan akhirnya ia dibeli klub Barcelona.
Menurut saya,
Takahashi Yoichi sungguh brilian membuat kisah inspiratif Tsubasa. Ia tidak
hanya mencoba menyuguhkan cerita yang menarik buat anak-anak, namun juga
inspiratif buat semua kalangan. Buah sumbangsi sederhana Yoichi tersebut
akhirnya menyulut semangat masyarakat Jepang yang memiliki impian seperti
halnya Tsubasa kecil. Secara tak langsung, Yoichi mengatakan “Impian dapat
terwujud bila meyakini dan kerja keras untuk impian tersebut” melalui komik
Captain Tsubasa.
Bila di sektor
olahraga ada Captain Tsubasa, di sektor teknologi ada Doraemon. Komik Doraemon
muncul pertama kali pada tahun 1969 dari tangan dingin Fujiko Fujio. Doraemon
merupakan komik yang mengisahkan seorang anak bernama Nobita yang memiliki
sahabat robot kucing dari abad 22 bernama Doraemon. Pada masa Fujiko membuat
Doraemon, adanya robot hanya mimpi. Namun, melalui karya Fujiko Fujio tersebut
banyak anak-anak di Jepang memiliki impian membuat robot seperti Doraemon. Bila
melihat masa kini, sudah muncul ASIMO—robot yang diproduksi oleh pabrikan
otomotif Honda. Selain ASIMO muncul pula beragam robot lainnya buah tangan
ilmuwan-ilmuwan Jepang yang mungkin dulunya menonton Doraemon. Meski masih
dalam pengembangan, namun Jepang tidak harus ada di abad ke 22 untuk mempunyai
sebuah robot. Mimpi yang diilustrasikan oleh Fujiko Fujio pada tahun 1969,
setidaknya, sudah sedikit terwujud.
Doraemon
memanglah inspirasi banyak orang—baik dari Jepang maupun di pelosok dunia. Namun,
Jepang juga mempunyai robot lainnya, yakni Astro Boy. Komik Astro Boy atau di
Jepang dikenal dengan Tetsuwan Atom
diciptakan oleh Osamu Tezuka pada tahun 1952. Cerita dalam komik Astro Boy mengisahkan
tentang seorang ilmuwan bernama Doctor Tenma membuat sebuah robot yang
menyerupai manusia bernama Atom. Ia menciptakan Atom untuk menggantikan
anaknya, Tobio, yang telah meninggal. Berbeda dengan Doraemon, Atom merupakan
robot android atau robot yang menyerupai manusia. Selain itu, Atom juga
dilengkapi persenjataan canggih seperti sinar laser, roket untuk terbang hingga
luar angkasa, dan kemampuan lainnya yang memungkinkannya melindungi manusia. Untuk
kisaran tahun 1952-an, mungkin kisah Astro Boy ini merupakan kisah yang
mustahil diwujudkan. Namun, imajinasi yang ditanamkan oleh Osamu berbuah hasil
pada masa kini, yakni munculnya robot yang akan disiapkan oleh Jepang untuk
menjelajah angkasa bernama Kirobo.
Pencipta Kirobo,
Tomotaka Takahashi, mengatakan bahwa ia menciptakan Kirobo karena terinspirasi
oleh Astro Boy (http://www.merdeka.com/teknologi/robot-astro-boy-buatan-jepang-akan-dikirim-ke-luar-angkasa.html).
Mungkin saja, ketika Tomotaka masih kecil ia membaca atau menonton animasi dari
Astro Boy karya Osamu dan ia bermimpi dapat membuat robot seperti halnya Atom. Hal
itu membuktikan bahwa imajinasi yang dikreasikan oleh Osamu sudah mempengaruhi
anak-anak di Jepang masa itu, setidaknya Tomotaka, untuk bermimpi membuat
robot. Itu merupakan buah dari imajinasi yang kemudian menjadi inspirasi.
Beberapa
contoh dalam tulisan ini bukan bermaksud membesar-besarkan negara Jepang. Namun,
saya mencoba memberikan pandangan bahwa sebuah imajinasi jangan diremehkan.
Bangsa kita, Indonesia, kadang suka menyepelekan orang-orang yang memiliki
imajinasi “ajaib”. Anak-anak dipaksakan meninggalkan imajinasi mereka dengan
suguhan hiburan yang melulu menontonkan tindak-tanduk tak layak, seperti konflik,
pembodohan dari joged berujung uang, dan lain sebagainya. Sungguh, menurut
saya, anak-anak Indonesia masa kini hanya menjadi zombi-zombi dari industri
kreatif yang ada di negeri ini.
Tambah mirisnya,
anak-anak sekarang lebih diprogram untuk mengejar nilai bukan memahami
pelajaran. Ujian Nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi sistem
yang memenjarakan imajinasi anak-anak masa kini. Mereka dibuat lupa dari dunia
imajinasi dan hanya mengejar nilai dengan belajar yang dipaksakan. Anak-anak
berlomba-lomba mengejar nilai hingga orang tua mereka mendaftarkan mereka pada
bimbingan belajar. Memang baik untuk seorang anak menjadi pintar. Akan tetapi,
akan lebih baik jika anak dididik untuk menjadi kreatif. Sistem pendidikan yang
hanya mengacu pada tatanan nilai hanya menjadikan anak-anak hanya melihat
segala sesuatu berdasarkan angka bukan esensi semata.
Indonesia
harusnya memelihara imajinasi anak-anak ke taraf yang lebih tinggi. Biarkan seorang
anak mengimajinasikan dirinya menjadi apapun itu. Karena, visi paling jelas
ialah visi seorang anak kecil, bukan orang dewasa yang visinya sudah
terkontaminasi. Menjaga visi anak-anak dengan mengembangkan imajinasinya sama
halnya dengan memajukan bangsa ini sepuluh langkah ke depan.