Musik
sudah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dalam kehidupan manusia. Musik
dinikmati dan menjadi sebuah wadah untuk merelaksasikan diri. Di Indonesia,
terdapat banyak pemain musik—baik bermain secara individu atau bermain dalam
satu grup—yang memberikan cita warna pada khasanah dunia musik Indonesia, salah
satunya ialah grup musik Padi.
Padi
merupakan grup musik asal Indonesia yang berdiri pada tanggal 8 April 1997.
Semula, grup musik tersebut bernama “Soda” yang dibentuk sebagai wadah
kreatifitas mahasiswa Universitas Airlangga (Unair), Surabaya. Grup musik
tersebut beranggotakan lima personel yaitu Andi Fadly Arifuddin
(Fadly, Vokalis), Satriyo Yudhi Wahono (Piyu, Gitar), Ari Tri Sosianto (Ari,
Gitar), Rindra Risyanto Noor (Rindra, Bass), dan Surendro Prasetyo (Yoyok,
Drum). Nama “Soda” kemudian berganti
menjadi Padi dengan filosofi membumi sehingga dapat berketerima di masyarakat
Indonesia.
Dalam kancah dunia industri musik Indonesia,
Padi telah menelurkan lima album, yakni Lain
Dunia (1999), Sesuatu Yang Tertunda (2001), Save My Soul (2003), Padi: Self
Titled (2005), dan Tak Hanya Diam
(2007). Kekuatan Padi dalam setiap lagunya ialah pada liriknya. Hal itu
berkaitan dengan prinsip mereka mengedepankan lirik sebagai kekuatan musik
mereka.[1]
Dengan demikian, fokus utama Padi dalam membuat lagunya ialah pada liriknya.
Kekuatan lirik Padi tersebut dapat
terlihat dalam salah satu lagunya yang berjudul “Mahadewi” yang terdapat dalam
album Lain Dunia. Dalam lirik lagu
tersebut berisi tentang kisahan seorang pria yang sedang jatuh cinta kepada
seorang perempuan yang diibaratkan sebagai seorang dewi. Secara tema, lagu
tersebut berisikan tentang cinta, namun konteks dalam lagu tersebut lebih dari
sekedar cinta. Ada sebuah konsep tentang keidealan seorang perempuan.
Untuk menganalisis lirik lagu
tersebut, saya menggunakan teori Semiotik Struktural. Hal itu saya lakukan karena diksi (kata) dalam lirik merupakan tanda[2]
yang bermakna dan makna tersebut tersirat dalam struktur lirik lagu tersebut. Pemaknaan tanda tersebut juga tidak
berhenti pada pemaknaan denotasi semata, melainkan juga makna konotasinya.
Konsep Perempuan Ideal dalam Lirik Lagu Mahadewi
Mahadewi merupakan lagu ciptaan dari Piyu dan Rindra.
Lagu tersebut terdapat dalam album Lain
Dunia (1999). Dalam lirik lagu tersebut terdapat konsep perempuan ideal.
Hal itu dapat terlihat dari diksi yang terdapat dalam judul, yakni Mahadewi.
Kata tersebut terdiri dari kata maha dan
dewi. Kata maha memiliki makna leksikal ‘amat; yang teramat (KBBI, 2008:
964)’, sedangkan dewi bermakna
leksikal ‘dewa perempuan; perempuan yang cantik; jantung hati (KBBI, 2008:
350). Kedua kata tersebut membentuk satu kata mahadewi yang memiliki makna leksikal ‘sebutan bagi seorang putri
atau permaisuri (KBBI, 2008: 968)’. Dalam lirik tersebut, kata mahadewi berada pada konotasinya, yakni
‘perempuan terindah’.
Konsep perempuan ideal dalam lagu Mahadewi terdapat pada penandaan di
dalam lirik-liriknya yang saling terkait pada judulnya. Konsep perempuan ideal
pertama terdapat dalam bait pertama. Dalam bait tersebut, penanda mengenai
konsep perempuan ideal ada pada baris kedua dan ketiga. Berikut penggalan bait
tersebut:
Bertahta bintang-bintang
angkasa
Namun satu bintang yang
berpijar
Dalam penggalan
tersebut, terdapat personifikasian[3]
perempuan. Personifikasian tersebut terdapat pada kata bintang. Secara leksikal, bintang
memiliki makna ‘benda langit yang terdiri dari gas menyala seperti
matahari, terutama tampak pada malam hari (KBBI, 2008: 203)’. Makna konotasi
yang muncul dari kata tersebut ialah ‘perempuan cantik’. Hal itu dikarenakan
kata bintang mengacu kepada makna
kata mahadewi pada judul, bahwa
perempuan yang seperti seorang dewi adalah perempuan yang cantik.
Konsep
kecantikan perempuan tersebut bukan pada tataran fisik semata. Hal itu
disebabkan keterkaitan kata bintang dengan
susunan kata pada baris ketiga, yakni namun
satu bintang yang berpijar. Keterkaitan itu membentuk makna konotasi
‘perempuan cantik adalah perempuan yang memiliki kelebihan’. Penanda yang
memunculkan konteks makna itu ialah kata pijar
‘memerah kekuning-kuningan menyala karena terbakar (KBBI, 2008: 1180)’. Bintang
yang menyala akan berbeda dengan bintang yang tidak menyala, karena bintang
menyala memiliki kelebihan sehingga menyala.
Konsepsi
tersebut juga terdapat dalam salah satu tokoh wayang yang berasal dari kisah
Mahabarata, yakni Dewi Sumbadra/Subadra. Dalam Mahabarata, Dewi Sumbadra
diibaratkan sebagai perempuan yang memiliki kelebihan dari perempuan lainnya.
Hal itu dapat terlihat dalam Ensiklopedi
Wayang (Widyawati R, 2009: 791):
Rara
Ireng ialah putri Prabu Basudewa, raja negara Madura. Ia adalah titisan Dewi
Sri, yakni Dewa perempuan imbangan Hyang Wisnu. Sesudah dewasa, Rara Ireng
bernama Dewi Wara Sumbadra[...]
[...]Tersebut di dalam cerita, Rara
Ireng tak begitu cantik, tetapi kalau berkumpul dengan putri-putri yang
tersohor cantiknya, Rara Ireng melebihi kecantikan mereka semua.
Dari
penjelasan tersebut, Dewi Sumbadra atau Rara Ireng dapat bersinar dari
perempuan lainnya yang lebih cantik darinya. Ada hal yang membuat Dewi Sumbadra
memiliki kelebihan dari sifatnya yang setia dan pengertian.[4]
Konsepsi tersebut menandakan bahwa Dewi Sumbadra lebih bersinar dari perempuan
lainnya karena memiliki kelebihan. Dengan demikian, konsep perempuan ideal pada
bait pertama mengacu kepada konsep Dewi Sumbadra.
Konsep perempuan ideal kedua dalam
lagu Mahadewi nampak pada bait kedua.
Berikut penggalan lirik yang berisikan konsepsi tersebut:
Ada tutur kata
terucap,
Ada damai yang
kurasakan
Dalam dua
baris tersebut konsepsi sikap seorang perempuan. Hal itu nampak pada kata tutur ‘ucapan; kata; perkataan (KBBI,
2008: 1765)’ dan kata damai ‘tak ada
perang; aman; tentram; tenang; keadaan tidak bermusuhan (KBBI, 2008: 309)’.
Kedua kata tersebut mengacu kepada sikap kesopanan dan keramahan. Munculnya
konsep itu didasari analogi dalam tuturan atau cara bicara yang sopan dan ramah
dapat memberikan rasa nyaman (damai/tentram) pada orang lain.
Dalam bait kedua tersebut juga
terdapat konsep lainnya. Berikut penggalan liriknya:
Bila sinarnya
sentuh wajahku,
Kepedihanku pun... terhapuskan
Konsepsi
perempuan ideal dalam baris ketiga dan keempat bait kedua tersebut menyangkut
tentang pola hubungannya dengan lawan jenisnya. Dalam penggalan di atas
terdapat penanda-penanda yang mengarah kepada konsepsi tersebut. Penanda
pertama ialah kata sinar yang
merupakan kata dasar dari kata sinarnya. Kata
sinar bermakna ‘pancaran terang
(cahaya) (KBBI, 2008: 1456)’. Kata tersebut kemudian memiliki makna konotasi
karena memiliki keterkaitan konsep dengan kata pijar pada bait pertama baris ketiga. Makna konotasi kata sinar ialah ‘kelebihan atau keunggulan’.
Penanda kedua ialah kata kepedihanku yang
memiliki kata dasar pedih ‘rasa sakit
seperti luka dicuci dengan sublimat (zat pembunuh kuman) (KBBI, 2008: 1138)’.
Dan, penanda ketiga ialah kata terhapuskan
yang berasal dari kata hapus ‘hilang;
musnah; diampuni (KBBI, 2008: 523)’.
Ketiga penanda tersebut membentuk
sebuah makna baru, yakni ‘sebuah keunggulan yang dapat menghapuskan rasa
pedih’. Dengan demikian, seorang perempuan harus memiliki keunggulan yang dapat
menghapuskan rasa pedih dan sedih dari orang lain—terutama untuk pasangannya.
Keunggulan tersebut dapat tercermin dalam sikap dewasa dalam mendengarkan orang
lain dan mampu menjadi teman berbagi dalam suka maupun duka. Dengan kata lain,
seorang perempuan ideal harus mempunyai pola pikir dewasa dan dapat menjadi
teman berbagi.
Konsep perempuan ideal keempat dapat
terlihat pada bait keempat. Berikut penggalan lirik pada bait ketiga yang
memiliki konsep perempuan ideal:
Alam raya pun semua tersenyum
Penanda yang
memberikan pandangan tentang konsep perempuan dalam penggalan di atas terdapat
pada kata alam, raya, tersenyum,
merunduk, dan memuja. Kata alam ‘dunia; kerajaan (daerah, negeri);
semua yang ada di langit dan di bumi; segala sesuatu yang termasuk dalam satu
lingkungan dan dianggap sebagai satu keutuhan; segala daya yang menyebabkan
terjadinya dan seakan-akan mengatur segala sesuatu yang ada di dunia ini (KBBI,
2008: 34)’ dan kata raya ‘besar
(KBBI, 2008: 1272)’ membentuk sebuah makna konotasi, yaitu ‘orang-orang di
sekitar’. Makna itu muncul disebabkan personifikasi dari kedua kata tersebut
yang dimunculkan oleh keterkaitannya dengan kata tersenyum ‘memberikan senyum; tertawa dengan tidak bersuara (KBBI,
2008: 1419)’.
Konsep yang muncul pada penggalan
lirik itu ialah konsep perempuan yang mampu membuat orang-orang di sekitarnya
tersenyum. Untuk mampu membuat orang tersenyum, maka seseorang harus berbuat
yang menyenangkan dan selalu melakukan kebaikan. Selain itu, untuk dapat
membuat orang lain tersenyum, orang harus mampu membaca keadaan dan mampu
menempatkan diri. Hal itu sama seperti konsep yang diangkat dalam peribahasa
Jawa yaitu empan papan. Dalam Pitutur Adilihur: Ajaran Moral dan Filosofi
Hidup Orang Jawa, penjelasan empan
papan ialah sebagai berikut (Tartono, 2009: 149):
Empan artinya pas; tepat benar. Papan berarti tempat lokasi atau area. Empan papan, tempat yang pas benar, adalah ungkapan yang
dimaksudkan sebagai nasehat agar orang mau menempatkan diri dengan benar.
Tatkala berada di suatu daerah, atau berhadapan dengan suatu adat atau tradisi
tertentu, atau tatkala menghadapi suatu persoalan, sungguh memperhitungkan
kondisi dan situasi dengan cermat. Jangan asal omong, jangan asal bertindak.
Hendaknya itu dilakukan sesuai dengan tuntutan dan tuntunan setempat.
Konsep empan papan tersebut tidak lepas dari
latar budaya pencipta lirik lagu ini—Piyu dan Rindra—yang merupakan orang Jawa.
Jadi, dengan kata lain seorang perempuan ideal harus mampu menyenangkan dan
mampu untuk menempatkan diri dengan benar.
Penanda konsep perempuan ideal
selanjutnya ada pada bait keempat dan kelima. Dalam kedua bait tersebut terdapat
susunan kata yang sama. Berikut penggalan susunan kata yang terdapat pada bait
keempat dan kelima:
Mahadewi
resapkan nilainya,
Dalam
penggalan tersebut memiliki pemahaman bahwa seorang Mahadewi harus mampu
meresapkan nilai-nilainya. Kata nilai beberapa
makna leksikal ‘harga (dalam arti taksiran harga); harga uang; angka
kepandaian; banyak sedikitnya isi; sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau
berguna bagi manusia (KBBI, 2008: 1074)’. Namun, dalam lirik tersebut, makna
yang dimaksud ialah ‘sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
manusia’. Sifat penting yang dimaksud berkaitan dengan pola pikir dan ideologi.
Dapat dikatakan bahwa seorang
perempuan yang ideal harus memiliki ideologi yang kuat sehingga ia mampu
bertahan dalam arena kontestasi di masyarakat. Perempuan harus mampu
menggunakan kemampuannya untuk mampu bertahan dan bersaing demi mendapatkan
posisi yang lebih baik. Selain itu, perempuan juga harus melesapkan
ideologi-ideologinya dalam masyarakat, sehingga pemikirannya mampu sejalan
dengan dinamika sosial masyarakatnya.
Kesimpulan
Lirik lagu Padi yang berjudul Mahadewi merupakan lagu yang bertemakan cinta seorang pria dan
perempuan. Namun, lirik tersebut juga terdapat hal yang lebih dalam lagi. Lagu
tersebut memiliki konsepsi-konsepsi mengenai perempuan ideal. Konsep-konsep
tersebut muncul dalam pemaknaan diksi dan majas yang muncul dalam bait-bait
liriknya.
Dalam lirik lagu tersebut terdapat
lima konsep perempuan ideal. Pertama, perempuan diharapkan memiliki kelebihan
yang membedakan dirinya dengan perempuan lainnya. Konsep tersebut
berkesinambungan dengan konsep perempuan dalam salah satu tokoh wayang Jawa,
yaitu Dewi Sumbadra. Kedua, perempuan diharapkan mampu bersikap sopan dan ramah
sehingga dapat membuat orang lain nyaman di dekatnya. Ketiga, perempuan
diharapkan mampu bersikap dewasa dan menjadi tempat berbagi sehingga dapat
menjadi teman yang baik bagi seseorang. Keempat, perempuan diharapkan mampu
menempatkan diri sehingga keberadaannya dapat menyenangkan orang lain. Dan, kelima,
perempuan diharapkan memiliki pola pikir dan ideologi yang mampu melesapkan
ideologi-ideologinya sehingga mampu membuat sebuat kedinamikaan dalam
masyarakatnya.
Konsep-konsep tersebut tidak
terlepas dari latar budaya dari penciptanya—Piyu dan Rindra. Keduanya ialah
berasal dari etnis Jawa, sehingga konsep-konsep perempuan Jawa ada dalam lirik
lagu tersebut. Dapat dikatakan bahwa konsep perempuan ideal tersebut—sedikit
banyaknya—terpengaruh oleh konsepsi perempuan ideal Jawa.
Daftar Pustaka
Barthes,
Roland. 1972.
Mythologies. New York: The Noonday
Press.
Hoed, Benny H. 2011. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok:
Komunitas Bambu.
Keraf, Gorys. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Smith,
Philips. 2001. Cultural Theory: An
Introduction. Oxford: Blackwell Publisher.
Tartono, St. S. 2009. Pitutur Adiluhur: Ajaran Moral dan Filosofi
Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Tim Penyusun.
2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Bahasa.
Widyawati R,
Wiwien. 2009. Ensiklopedi Wayang.
Yogyakarta: Pura Pustaka.
Website
http://info-biografi.blogspot.com/2010/04/biografi-band-padi.html
diakses pada tanggal 1 Juni 2012, jam 9.21 WIB.
[1] http://info-biografi.blogspot.com/2010/04/biografi-band-padi.html
diakses pada tanggal 1 Juni 2012, jam 9.21 WIB.
[2] Tanda merupakan semua hal yang
hadir dalam kehidupan manusia yang harus diberi makna. Benny H Hoed. Semiotika & Dinamika Sosial Budaya. (Depok:
Komunitas Bambu, 2011). Hlm. 3.
[3] Personifikasi
adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Gorys Keraf. Diksi dan Gaya Bahasa. (Jakarta:
Gramedia, 2008). Hlm. 140.
Assalamu'alaikum...ini penelitiannya berupa makalah atau skripsi ya, terimakasih..
BalasHapuswalaikumsallam, ini makalah tugas saya di kuliah
BalasHapus