Sabtu, 26 Januari 2013

Jakarta Dan Solusi

Banjir yang baru melanda Jakarta beberapa waktu lalu sedikit banyak menjadi ujian pertama bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahja Purnama. Sudah menjadi rahasia umum, bila banjir adalah 'penyakit kambuhan' yang sering diderita oleh Jakarta. Bebas banjir adalah salah satu impian dari warga Jakarta. Upaya pencegahan bukan tidak dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, namun terkadang mental warga Jakarta yang tidak disiplin dan menganggap remeh peraturan membuat Jakarta akan selalu diserang banjir. Percuma saja bila Pemda DKI Jakarta bekerja keras menangani banjir bila warganya selalu melanggar peraturan yang ada.

Selain itu, masalah lainnya di Ibukota negara Republik Indonesia tersebut ialah kemacetan lalu lintas. Bila banjir selalu menghantui warga Jakarta kala musim hujan, maka kemacetan lalu lintas dapat diibaratkan tumor yang meradang pada tubuh Jakarta. Hampir sulit ditemukan lalu lintas yang lenggang, terutama pada jam-jam tertentu seperti pagi hari dan sore hari. Pada pagi hari begitu banyak warga Jakarta dan luar Jakarta yang berjejalan masuk ke sentral-sentral kegiatan kota Jakarta untuk bekerja. Belum lagi ditambah banyaknya kendaraan roda dua yang digunakan oleh anak sekolahan untuk bersekolah, baik membawa kendaraan sendiri maupun diantarkan oleh orang tua. Begitu banyaknya kendaraan yang merangsek masuk ke Jakarta akhirnya menyebabkan Jakarta sesak dan sulit bergerak di pagi hari. Hal serupa terulang pada sore hari yang merupakan waktu pulang perkantoran. Jakarta sudah sesak nafas dengan kemacetan lalu lintas.

Kedua masalah itu merupakan penyakit yang meradang di Jakarta. Meskipun demikian, penyakit terselubung pun banyak yang terjadi di Jakarta, seperti premanisme, kemalasan para Pegawai Negara Sipil (PNS), pungli pelayanan masyarakat, pendidikan dan lain sebagainya. Pada akhirnya, semua masalah tersebut haruslah di tuntaskan dengan seksama dan tepat sasaran. Akan tetapi, dari semua masalah Jakarta memanglah kedua masalah di atas, banjir dan kemacetan, adalah masalah yang sangat berpotensi melumpuhkan pergerakan berbagai sektor di Jakarta. Pasalnya, keduanya berhubungan dengan alur transportasi dan alur pergerakan aktifitas masyarakat Jakarta.

Untuk mengatasi kedua masalah tersebut sebenarnya perlu juga sumbangsih warga Jakarta agar dapat mandiri dan tidak melulu bergantung pada pemerintah. Dalam masalah banjir, warga bisa memulai dari hal kecil yakni membuang sampah pada tempatnya. Hal klise yang selalu didengungkan oleh pemerintah dari masa ke masa. Banjir bisa terjadi karena aliran sungai tidak dapat jalan dengan lancar disebabkan oleh sampah-sampah yang menyumbat. Warga juga tidak bisa mengandalkan para tukang sampah dan pemulung untuk membereskan hal itu. Harus wargalah yang bergerak dengan hal-hal kecil saja, seperti mulai untuk tidak membuang sampah ke sumber air.

Hal yang bisa dilakukan lainnya ialah untuk tidak membangun rumah di bantaran sungai. Karena, hal itu akan mengikis pinggir sungai dan menyebabkan saluran air menuju sungai atau kali akan menjadi tersumbat. Selain itu, saluran pembuangan dari rumah juga akan mengarah ke aliran air sehingga membuat aliran air sungai atau kali akan tercemar oleh limbah sehari-hari. Hal itu akan membuat kualitas air bersih di kota Jakarta berkurang. Bila kekurangan sumber air bersih maka jangan heran kalau Jakarta akan selalu didatangi penyakit-penyakit baru yang akan menghantui warganya.

Lalu, warga Jakarta juga harus memelihara daerah resapan air di pekarangan rumah atau di sekitar rumah. Hal itu penting karena mengingat Jakarta sudah jarang memiliki daerah resapan air yang berskala besar maka untuk penanggulangannya ialah adanya daerah resapan air skala kecil namun berjumlah banyak. Resapan air penting untuk meresap air hujan ke tanah sehingga volume air di sungai atau kali dan aliran air lainnya tidak penuh atau mencapai batas maksimum. Selain itu, bila pun terjadi banjir, mungkin akan lebih cepat surut dan bibit penyakit dari genangan air tidak akan bertahan lama. Buatlah, setidaknya, satu atau dua daerah resapan air di lingkungan rumah sehingga akan membuat lingkungan perumahan bisa terbebas dari banjir yang tergenang.

Solusi Kemacetan Lalu Lintas

Kemacetan lalu lintas merupakan momok yang sangat mengganggu warga Jakarta. Pasalnya, karena kemacetan banyak waktu terbuang percuma di jalanan yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk urusan lain, seperti bisnis, pengiriman dokumen penting, pengiriman barang-barang industri dan lain sebagainya. Meski memang, Jakarta bukanlah satu-satunya kota yang padat lalu lintas kendaraannya, akan tetapi sebagai ibukota negara agaknya menjadi suatu hal yang memalukan.
Bila alur laju kendaraan di jalanan memang bisa dikurangi dengan munculnya kendaraan umum untuk rakyat, seperti Busway Transjakarta, Mass Rapid Transportation (MRT), angkutan kota (angkot), dan lain sebagainya. Namun, ada hal lain yang harus diperhatikan, yakni produksi kendaraan pribadi yang bermunculan di jalan raya. Di Jakarta dapat dikatakan cukup banyak kendaraan baru yang bermunculan di jalan raya. Baik dari tipe terbaru maupun tipe lama. Pertambahan itu disebabkan oleh terlalu mudahnya rakyat mendapatkan kendaraan pribadi. Pertambahan tersebut tidak berbanding dengan kapasitas jalan raya di Jakarta sehingga sering terjadi macet pada daerah tertentu dan jam tertentu.

Salah satu penyebab terjadinya perlonjakkan bertambahnya jumlah kendaraan pribadi ialah banyaknya dealer yang bekerjasama dengan perusahaan kredit. Pemberian kemudahan berkredit atas kendaraan menyebabkan masyarakat mementingkan hasrat kebutuhan akan kendaraan pribadinya dengan terlalu mudah, sehingga pertumbuhan jumlah kendaraan di jalan raya meningkat melebihi kapasitas jalan raya. Selain itu, kemudahan pemberian kredit juga membentuk sebuah sisipan karakter konsumtif pada masyarakat Jakarta. Karakter konsumtif tersebut akhirnya menekan logika untuk mempertahankan Jakarta yang kondusif. Orang yang kaya akan berupaya menunjukkan kelasnya dengan membeli kendaraan yang berharga milyaran rupiah. Di sisi lain, orang menengah ke bawah ingin menonjolkan arogansi diri mereka, untuk tidak diremehkan, dengan berupaya keras memiliki kendaraan pribadi. Pembeda antara si miskin dan si kaya bukan karena pemerintah yang membuatnya seperti itu, dengan membuat peraturan semacam three in one ataupun rencana ganjil genap, melainkan rakyat Jakarta sendiri yang ingin menonjolkan diri di jalan raya.

Memang, bila pemerintah akhirnya membatasi kredit maka pemda DKI Jakarta mungkin akan kehilangan pendapatannya dari pajak perusahaan kredit di Jakarta. Namun, apakah pendapatan daerah lebih penting dari kestabilan masyarakat Jakarta? Jakarta sudah tidak kondusif, terlihat bagaimana kemacetan yang sudah menggila. Dengan menghentikan sementara sistem pengkreditan kendaraan pribadi hingga menemukan sistem pengkreditan yang minim kerugian atas peredaran lalu lintas Jakarta, mungkin akan sedikit memperlonggar lalu lintas Jakarta.

Setelah itu, langkah selanjutnya ialah membereskan sistem kepemilikian kendaraan. Maksudnya ialah bukan berarti yang memiliki uang lebih berpotensi memiliki kendaraan pribadi, namun sistem kepemilikian diperketat dengan prasyarat adanya surat izin mengemudi (SIM). Dengan memiliki SIM maka barulah seorang warga Jakarta dapat memiliki kendaraan pribadi. Kenyataan yang terjadi di Jakarta bahwa banyak warga Jakarta yang belum memiliki SIM dapat berlalu-lalang di jalan raya Jakarta. Dengan menerapkan aturan tersebut, prediksi saya, sedikit banyaknya akan mengurangi jumlah kendaraan di jalan raya dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas.

Bila SIM menjadi syarat untuk pengajuan kepemilikian kendaraan pribadi maka akan membuat perindividu warga Jakarta akan berpikir ulang untuk memiliki kendaraan. Cara tersebut akan efektif jika Pemda DKI Jakarta bekerjasama dengan satuan polisi lalu lintas untuk menerapkannya dan warga Jakarta untuk mematuhi serta menjalankannya. Selain SIM, perlu juga ditambahkan surat-surat atau dokumen yang menyatakan bahwa perindividu memiliki penghasilan. Dengan demikian, individu yang ingin memiliki kendaraan pribadi akan sangat terlindungi, baik secara hukum maupun keselamatannya.

Untuk mewujudkan itu semua perlu kedisplinan yang kuat. Baik dari tingkat warga Jakarta, satuan kepolisian di DKI Jakarta, PNS DKI Jakarta, hingga Gubernur dan Petinggi Negara yang berkantor di Jakrta. Pemerintah harus menjadi contoh utama bagi warganya. Bila melihat para pejabat menjalankannya maka dengan sendirinya warga pun akan berangsur-angsur menjalankannya. Karena warga akan mengikuti pemimpin yang memang pantas diikuti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar