Bicara keberagaman memang memiliki banyak pandangan dan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa keberagaman merupakan cikal bakal keretakan kebersamaan, namun ada pula yang berpendapat bahwa keberagaman merupakan pondasi dari suatu kebersamaan yang abadi. Namun, terkadang pula keberagaman dijadikan alasan untuk melawan atau memanipulasi kenyataan. Sikap tersebut sangat tidak bijak, akan tetapi sering sekali digunakan.
Memang pada dasarnya, keberagaman merupakan unsur yang dapat menguatkan suatu kesatuan dan kebersamaan bila diposisikan dengan tepat. Maksudnya, keberagaman berisikan sebuah perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya sehingga perbedaan-perbedaan tersebut dapat saling mengisi kekosongan atau kelemahan individu lainnya. Dengan pola pikiran semacam itu maka keberagaman berada pada posisi yang positif, sebagai lem yang menyatukan.
Ketika keberagaman dijadikan alasan untuk saling menyerang maka keberagaman berada pada posisis yang salah. Keberagaman bukanlah pisau yang dapat mengiris kebersamaan dan kesatuan. Penggunaan keberagaman sebagai alat untuk memecah merupakan cara picik karena tidak setiap individu diciptakan sama. Setiap individu diciptakan dengan segala bentuk perbedaan dan keberagaman. Tidak ada satu individu yang sama persis ataupun diupayakan untuk disamakan. Kehidupan bersama individu yang sama persis akan menjemukan dan menenggelamkan potensi unik dari masing-masing individu manusia.
Selain itu, hal yang sering terjadi ialah menjadikan keberagaman dan perbedaan menjadi sebuah persoalan yang terlihat besar. Padahal, hal itu bukan ancaman terbesar dalam kesatuan dan kebersamaan. Ancaman terbesar ialah runtuhnya kesatuan dan kebersamaan. Ibarat lidi, satu batang tidak akan mampu menyapu debu, namun bila lebih dari satu lidi disatukan dan dibuat menjadi sapu lidi maka akan mampu untuk menyapu debu.
Kondisi melihat keberagaman sebagai sebuah perbedaan merupakan sebuah strategi yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu bertujuan untuk mengecilkan bangsa Indonesia. Hal itu dilakukan karena Indonesia merupakan bangsa yang besar dan sangat berpotensi menunjukkan kedigdayaannya bila semua etnis yang ada di dalamnya dapat bersatu-padu. Bila ada oknum yang selalu menyerukan perbedaan dari keberagaman maka oknum tersebut haruslah dilawan. Hal itu perlu dilakukan agar bangsa ini tidak dijajah secara mentalitasnya.
Bila melihat keadaan saat ini, sudah barang tentu mentalitas bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, sudah terkontaminasi oleh serangan budaya dari luar. Begitu derasnya serangan manipulatif tersebut sehingga membuat para pemuda melihat budaya ibu, budaya aslinya, sebagai suatu pemanis berdirinya negara yang bernama Indonesia. Hilangnya pemahaman nilai estetis, norma, etika dan etos budaya lokal mulai nampak perlahan. Memang, hal-hal tersebut bila terlalu dibuat dominan maka akan memunculkan keretakan. Akan tetapi, esensi budaya lokal memiliki dasar jati diri bangsa yang dapat saling berkomunikasi dan saling memahami. Karena keengganan untuk melihat budaya lokal sebagai sebuah pemersatu, maka budaya luarlah yang akhirnya mengisi fungsi tersebut dengan akhir ialah menyeragamkan nilai-nilai dalam mentalitas generasi muda dan memprogramnya sebagai generasi yang terjajah.
Perlu mulai dari saat ini, generasi muda dilatih pola pemikirannya, diberikan pembekalan dari pola penjajahan mentalitas. Perlindungan tersebut dapat dimulai dari hal yang paling sederhana, yakni mulai mengajarkan budaya ibu dan dasar budaya lokal pada para generasi muda. Mulai pengenalan dari bagaimana pola logika budaya lokal. Budaya lokal yang ada di Indonesia memiliki keunikan dalam pola regenerasinya. Pertahankan keunikannya namun kembangkan esensi fleksibilitasnya sehingga dapat terjadi sebuah komunikasi budaya antar budaya lokal di Indonesia. Dengan cara itu, perlahan namun pasti generasi muda di Indonesia dapat diselamatkan dari penjajahan mentalitas dari budaya luar.
Kondisi melihat keberagaman sebagai sebuah perbedaan merupakan sebuah strategi yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu bertujuan untuk mengecilkan bangsa Indonesia. Hal itu dilakukan karena Indonesia merupakan bangsa yang besar dan sangat berpotensi menunjukkan kedigdayaannya bila semua etnis yang ada di dalamnya dapat bersatu-padu. Bila ada oknum yang selalu menyerukan perbedaan dari keberagaman maka oknum tersebut haruslah dilawan. Hal itu perlu dilakukan agar bangsa ini tidak dijajah secara mentalitasnya.
Bila melihat keadaan saat ini, sudah barang tentu mentalitas bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, sudah terkontaminasi oleh serangan budaya dari luar. Begitu derasnya serangan manipulatif tersebut sehingga membuat para pemuda melihat budaya ibu, budaya aslinya, sebagai suatu pemanis berdirinya negara yang bernama Indonesia. Hilangnya pemahaman nilai estetis, norma, etika dan etos budaya lokal mulai nampak perlahan. Memang, hal-hal tersebut bila terlalu dibuat dominan maka akan memunculkan keretakan. Akan tetapi, esensi budaya lokal memiliki dasar jati diri bangsa yang dapat saling berkomunikasi dan saling memahami. Karena keengganan untuk melihat budaya lokal sebagai sebuah pemersatu, maka budaya luarlah yang akhirnya mengisi fungsi tersebut dengan akhir ialah menyeragamkan nilai-nilai dalam mentalitas generasi muda dan memprogramnya sebagai generasi yang terjajah.
Perlu mulai dari saat ini, generasi muda dilatih pola pemikirannya, diberikan pembekalan dari pola penjajahan mentalitas. Perlindungan tersebut dapat dimulai dari hal yang paling sederhana, yakni mulai mengajarkan budaya ibu dan dasar budaya lokal pada para generasi muda. Mulai pengenalan dari bagaimana pola logika budaya lokal. Budaya lokal yang ada di Indonesia memiliki keunikan dalam pola regenerasinya. Pertahankan keunikannya namun kembangkan esensi fleksibilitasnya sehingga dapat terjadi sebuah komunikasi budaya antar budaya lokal di Indonesia. Dengan cara itu, perlahan namun pasti generasi muda di Indonesia dapat diselamatkan dari penjajahan mentalitas dari budaya luar.
emmm..maap nih calon bapak dosen, ada yg masih ane blm ngerti.. maksudnya pola budya lokal tuh apa ya? terus, menurut ente, gimana tuh cara pengenalan pola budaya lokal yang paling pas buat generasi muda a.k.a anak-anak? soalnya, mereka kan emang sudh dijajah secara mentalitas oleh budaya luar, bisa dilihat dari permainan, tontonan, bahkan bacaan.. *wah jadi serius gini gw nanyanya* :D
BalasHapusHmm... nice post.
BalasHapusTapii...
Apa gak terlalu klise?
@ririen: sederhana, mulai kembali menceritakan dongeng-dongeng dan cerita rakyat pada anak-anak sehingga anak-anak memiliki sosok kepahlawanan yang berasal dari dongeng dan cerita rakyat
BalasHapus@sansadhia: hahaha, biarkan tulisan ini yang berbicara klise atau tidak