Sabtu, 09 Februari 2013

Mengendarai Bukan Sekedar Membawa Kendaraan

Bila menengok ke jalan raya di Jakarta, banyaklah pengendara kendaraan bermotor yang melajukan kendaraannya dengan sembrono. Hampir semua yang melajukan kendaraannya, baik kendaraan pribadi maupun umum atau beroda empat maupun beroda dua, saling berpacu layaknya sedang ada di sirkuit balap. Sebenarnya, semua yang berkendara itu mengerti cara mengendarai kendaraan atau cuma sekedar "bisa membawa" kendaraannya.

Harusnya, setiap pengendara kendaraan bermotor tersebut memahami perbedaan antara sekedar "membawa" kendaraannya dengan "mengendarai" kendaraannya. Kedua hal itu sangatlah berbeda dan tidak bisa disamakan.Siapapun yang sudah mengerti mekanisme kendaraan bermotor dan dapat menjalankannya maka ia dapat dikatakan mampu "membawa" kendaraan. Dikatakan demikian karena, bila sekedar menjalankan kendaraan dan tidak menjalankannya dengan tata pikiran, maka akan lebih mengedepankan ego pribadi di jalan raya dan terkadang dapat membuat suatu kecelakaan bermotor.

Sekedar bisa "membawa" membuat seseorang tidak dapat berpikir mengenai keselamatan diri sendiri dan orang lain sesama pengguna fasilitas jalan raya. Tidak bisa teratur, terutama jika lampu lalu lintas tidak ada ataupun sedang rusak. Kendaraan akan lebih mengedepankan egonya dan memacu kendaraan agar diri mereka sendiri dapat sampai ke tujuan. Keadaan seperti itu biasanya sering dilakukan oleh pengendara sepeda motor.

Pengendara sepeda motor banyak yang hanya sekedar bisa "membawa" kendaraannya. Karena bentuk kendaraannya yang ringkas, banyak yang menyepelekan aturan-aturan yang diwajibkan bagi pengendara kendaraan sepeda motor. Hal yang sering terjadi dan dapat membahayakan ialah melawan arus laju kendaraan. Biasanya hal itu dilakukan oleh pengendara motor untuk mempersingkat waktu perjalanannya. Namun, hal itu pada dasarnya dapat merenggut nyawa pengendaranya.

Jenis pelanggaran lainnya yang sudah universal di Indonesia ialah dapat terlihat dari pengendara angkutan umum. Para supir kendaraan umum biasanya sering saling serobot dan tidak mengindahkan pengendara lainnya. Terkedang mereka berhenti mendadak, tanpa lamu sen, ataupun melajukan kendaraannya dengan kencang. Hal itu, menurut saya, sangat mengganggu sehingga saya mengandaikan bila ada sebuah revolusi sistem perhubungan di Indonesia. Sebenarnya, kesalahan itu pun tidak hanya salah supir, namun juga penumpangnya, pasalnya para penumpang juga dengan senang hati menghentikan kendaraan angkutan umum di sembarang tempat. Namun, hampir mayoritas tingkah laku seperti itu ada di seluruh Indonesia dan sangat membahayakan.

Kebiasaan-kebiasaan itu sudah mendekati tradisi berkendara di Indonesia. Pasalnya, hampir di setiap daerah memiliki beberapa kebiasaan yang disebutkan di atas. Pengendara hanya sekedar bisa "membawa" kendaraan dan tidak menghiraukan nyawanya ataupun nyawa orang lain pengguna jalan raya. Seharusnya, para pengendara kendaraan bermotor mengerti bagaimana "mengendarai" kendaraannya, yakni mampu menjalankan kendaraannya dengan memahami betul resiko dan kosekuensinya serta memahami betul etika dalam berkendara.

Ketika sedang mengendarai kendaraan, harus dipahami resikonya, yakni pertama ditabrak atau menabrak. Di jalan raya, seorang pengendara harus siap mental untuk ditabrak atau menabrak. Maksudnya ialah pengendara harus mampu mewaspadai diri dalam berkendara. Harus dapat mendahulukan akal ketimbang ego. Dengan bersikap demikian, maka seorang pengendara setidaknya akan sedikit membantu polisi lalu lintas. Karena, bila kita bisa membaca keadaan jalan raya dan bersikap tepat di jalan raya maka ketika berkendara kita akan mengurangi jumlah pelanggaran dan kecelakaan.

Hal kedua ialah siap mematuhi aturan dan menjalankannya. Hal itu adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh seorang pengendara. Karena, terkadang aturan bertentangan dengan maksud tujuan si pengendara. Misalnya, seorang pengendara sepeda motor akan lebih memilih untuk melawan arus laju kendaraan daripada harus memutar jauh untuk sampai ke tmpat tujuannya. Maksud dan tujuan si pengendara ialah untuk sampai lebih cepat ke tempat tujuan. Namun, untuk menjalankan maksud dan tujuannya banyak hal yang ia pertaruhkan, terutama nyawanya. Aturan memutar itu akan dipandang tidak dapat memenuhi maksud dan tujuan si pengendara, karena akan memakan waktu lebih banyak ketimbang melawan arah. Tapi, dengan memutar hanya sedikit hal yang dipertaruhkan, cenderuh mendekati nol persen untuk hal yang dipertaruhkan, kecuali adanya human error di jalan raya.

Ketiga, menggunakan fungsi mekanisme kendaraan dengan semestinya. Seorang pengendara haruslah mengerti fungsi-fungsi mekanisme kendaraannya. Seperti, lampu sen digunakan untuk menandakan si pengendara hendak berbelok ke kanan ataupun ke kiri. Contoh lainnya ialah seorang pengendara harus tahu fungsi klakson kendaraannya bukan sekedar digunakan sebagai penanda kemarahan atau pada kendaraan lainnya. Dengan mengetahui fungsi-fungsi mekanisme kendaraan maka akan membantu pengendara untuk "mengendarai" kendaraannya agar selamat dari kecelakaan dan membantu pengendara lain untuk berkendara lebih waspada.

Ketiga hal tersebut merupakan hal dasar dalam "mengendarai" kendaraan dan bukan sekedar "membawa" kendaraan. Dengan menjalankan ketiga hal itu, setidaknya kita akan lebih berhati-hati. Untuk berkendara dengan aman mungkin harus lebih mengikuti tata aturan safety riding yang seri digaungkan oleh para klub motor bersama dengan kepolisian lalu lintas. Setidaknya, ketiga hal dasar yang ada dalam tulisan ini bisa mengantarkan kepada pemahaman "mengendarai" kendaraan dan bukan sekedar "membawa" kendaraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar